Langsung ke konten utama

KAJIAN LITBANG ISMKMI : Reaksi Terhadap Peraturan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan BPJS Kesehatan


Seperti yang diketahui, salah satu pertimbangan adanya peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 2 tahun 2015 tentang norma penetapan besaran kapitasi dan pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelengaraan jaminan kesehatan. Namun sejak diterbitkan peraturan ini, timbul pro dan kontra serta reaksi keras dari beberapa pihak, baik dari pemerintah, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), asosiasi, dan organisasi profesi. 
Norma Kapitasi baru ini bukan hanya berpotensi melemahkan FKTP di daerah (Menteri Kesehatan, 2015) namun juga dapat berdampak negatif terhadap program JKN karena sampai kapan pun puskesmas di DTPK tidak akan selengkap Puskesmas di kota, alhasil jumlah kapitasi akan kecil terus menerus (Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, 2015). Pemberlakuan norma kapitasi ini akan menimbulkan potensial masalah baik di tingkat FKTP maupun Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) juga berharap BPJS Kesehatan tidak menerapkan peraturan terkait penetapan tarif termasuk menunda berlakunya peraturan BPJS Keshatan. 
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan menyatakan bahwa pengaturan norma baru merupakan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terlebih dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk kapitasi cukup besar, yakni sekitar Rp 8 triliun per tahun. Oleh karena itu perlu ada besaran kapitasi yang berbeda sesuai dengan kinerja fasilitas kesehatan tingkat pertama. Adapun hasil kesepakatan pertemuan Kemenkes dan BPJS Kesehatan akan membentuk tim kecil untuk mendalami rencana implementasi norma kapitasi dan pembayaran, meliputi: mempersiapkan penerapan norma kapitasi dan pembayaran, penyempurnaan, dan penambahan indikator di dalamnya. 
 Menyikapi permasalahan diatas, apakah norma kapitasi ini dapat diterapkan ke dalam BPJS atau tidak ? Melihat kondisi pada saat ini, sebenarnya peraturan ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan, kurangnya, puskesmas DTPK tidak akan mungkin selengkap puskesmas yang tidak DTPK, alhasil dana kapitasi juga akan kecil terus menerus. Selain itu juga bisa mematikan FKTP di daerah, yang merupakan ujung tombak JKN. Lebihnya, terkait akreditasi. Dengan adanya kapitasi ini juga bisa memicu puskesmas untuk memperbaiki kinerja, jika kinerja bagus maka bisa mendapatkan lebih. 
Apabila dicermati lebih dalam, indikator komitmen pelayanan FKTP yang tertuang di peraturan BPJS 2/2015 masih mewakili 3 indikator kinerja dari 9 indikator kualitas FKTP yang belum mewakili fungsi komprehensifitas di FKTP. Peran koordinasi dan informasi juga ditekankan oleh CoP, termasuk antara BPJS Kesehatan dan Kemenkes. Salah satu permasalahan yang dialami oleh puskesmas yang belum BLUD adalah penyesuaian perencanaan anggaran di RKA yang sulit dilaksanakan karena mekanisme APBD sudah selesai, terlebih rentang besaran kapitasi yang cukup lebar (3000-6000) cukup menyulitkan proses perencanaan anggaran di RKA. Ada beberapa daerah bahkan melakukan penundaan pelayanan dan langsung memberikan rujukan ke rumah sakit. 
Bila dihubungkan dengan penerapan kapitasi ke dalam BPJS, sebenarnya norma kapitasi ini bagus dan mendidik karena dengan adanya penetapan ini norma kapitasi justru memberikan dampak positif untuk perbaikan puskesmas. Puskesmas lebih termotivasi meningkatkan kinerja, SDM, fasilitas, dll. Jadi apabila sistem pelayanan di puskesmas bagus, fungsi sebagai FKTP benar-benar maksimal tidak akan terjadi lagi sistem oper-operan pasien ke RS atau FKTP swasta. Untuk itu sebagai SDM Kesmas hendaknya dapat menjalin kerjasama dengan pihak terkait seperti DJSN dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap norma kapitasi BPJS Kesehatan demi mewujudkan UHC (Universal Health Coverage) 2020.

By: Herlina Rahmi - Kesmas Unja 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Logo ISMKMI

LOGO ISMKMI

PRESS REALEASE IToPH

PRESS REALEASE IToPH Intermediate Training of Public Health (IToPh) merupakan kegiatan pengenalan dasar kesehatan masyarakat dan ISMKMI di tingkat wilayah. IToPH wilayah 1 sukses dilaksanakan pada tanggal 20 desember berkonsep indoor di FKM Universitas Sumatera Utara (USU) yang dihadiri 15 institusi baik anggota tetap,anggota peninjau dan calon anggota ISMKMKI Wilayah 1 dengan jumlah peserta 45 orang yang tergabung dalam 15 institusi di wilayah 1 ISMKMI. Kegiatan ini juga didisi dengan 3 materi yaitu dengan materi pembuka adalah dinamika IOMS yang disampaikan oleh pak Aries Munandar D sebagai Dewan Pengawas Nasional (DPN),dalam penyampaian materi ini peserta sangat antusias dan juga diselingkan game kepemimpinan yang berisi dinamika IOMSnya. Selanjutnya ada materi Brainstorming yang disampaikan oleh bang Putra Guevara Koordinator Wilayah 1 ISMKMI periode 2013-2014 dengan isi materi yang luar biasa,itengah materi juga dibagi 2 kelompok diskusi dengan tema permasalahan di inst...

VISI & MISI ISMKMI

VISI-MISI SEKJEND ISMKMI PERIODE 2013-2015   VISI “—Menjadikan ISMKMI sebagai IOMS ujung tombak dalam proses Pembangunan Nasional khususnya dalam bidang Kesehatan Masyarakat.”   MISI Menjadikan kesatuan Institusi Kesmas menjadi landasan arah gerak. Menjadikan ISMKMI organisasi yang berperan optimal dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Memberikan ISMKMI dan anggotanya Kemanfaatan.